Jangan biarkan dia membicarakan cela temannya di hadapanmu

Mendengarkan pembicaraan tentang cela orang lain memang mengasyikkan, ada selintas kenyamanan di sana. Kenapa ya ? Barangkali karena secara tak langsung menjadi ada perasaan seolah2 kita bukan bagian dari pelaku cela tersebut. Lalu, bagaimana pula jika cela-cela [keburukan] itu kita sendiri yang menemukan ? Tau’ ah … 😎

Tidak pernah kebijakan menghampiri diri kita jika kita baru mampu melihat keburukan orang lain. Sedangkan orang bijak memiliki kemampuan untuk melihat kebaikan dari setiap keburukan orang.

Seperti Nabi Isa a.s. yang berkata kepada murid-muridnya ketika menemukan bangkai seekor binatang.”Lihatlah betapa putih giginya.” Dalam bangkai binatang pun masih ada gigi yang bagus, dan di setiap keburukan manusia, masih menyimpan kebaikan. Demikian pandangan orang bijak. Bahkan orang yang bijak selalu melihat dirinya kotor, sedangkan orang yang tidak bijak (dungu) yang selalu memandang dirinya bersih. Membicarakan aib orang berarti sedang menunjukkan kekotoran hati kita. Orang yang berhati kotorlah, yang gemar membuka aib orang, sekalipun yang dia ungkapkan keburukan yang sebenarnya. Sedangkan orang yang bersih hatinya, sudah pasti akan merasa sedih dengan aib orang lain, terlebih-lebih saudaranya sendiri. Maka ia pun akan menutupinya.

Jangan biarkan dia membicarakan cela temannya sendiri berlarut-larut di hadapanmu

Ya, ini masalah gunjing aliasnya ghibah. Uhh… berat.

Disebutkan bahwa ghibah adalah membicarakan aib yang memang ada pada seseorang, terutama dengan maksud merendahkan. Aib di sini adalah segala hal yang apabila dibuka, maka orang yang mempunyai hal tersebut, pada umumnya, akan merasa tidak senang, malu, atau marah. Aib bisa berupa cacat/kekurangan pada fisik, perbuatan buruk yang tidak mesti diungkapkan kecuali di depan hakim, dsb.

Kenapa ya tidak boleh, kenapa ?

Karena kata-NYA hal itu ibarat memakan daging saudara sendiri. Bahkan dari sebuah hadist diibaratkan bahwa membicarakan aib dan kehormatan seorang mukmin itu lebih parah dibandingkan dengan seseorang yang menikahi ibunya sendiri dan [bahkan lagi] merupakan jenis riba yang paling besar. Wallahu a’lam.

Lalu bolehkah ocehan ini menambahinya dengan begini :

Karena kalau hari ini dia membicarakan aib temannya di hadapanmu, maka besar peluang di hari esok aib anda sendiri juga akan menjadi pembicaraannya seperti itu.

Dingwadduh. 😦

Jangan biarkan dia sekedar mencoba menaikkan nilai (prestise ) dirinya di hadapan anda dengan cara menurunkan pamor temannya sendiri ! Telah tertutupkah cara lain untuk memperlihatkan kualitas diri ?

Fenomena LINGKARAN gunjing di suatu komunitas

Kenapa gunjing alias ghibah ini sukar lenyap bahkan “jangkitannya” mudah menyebar ke berbagai lini kemasyarakatan.

Jawaban spontannya adalah, karena adanya legalitas. Selalu ada legalitas untuk meneruskan setiap keburukan (maksiat). Lagalitas ini pada akhirnya menjadi dalih untuk mempertahankan keburukan.

Legalitas gunjing yang paling umum digunakan adalah “demi mengingatkan“.

Para da’i yg menyampaikan, para oposisi yang memperalat kritikan, para politikus yang gila di persaingan, para pribadi yang membela diri, dstnya, dstnya. Yang merentang jalan “legal” pergunjingan melalui alasan,”Cuma untuk mengingatkan…

“Inikan cuma untuk mengingatkan, mo gmana lagi ?”

Gmana dong ?

Yah, gmana…, gmana… dan gmana ? Tidak adakah celah lain bagi kita untuk saling mengingatkan ? 😆

Bukankah sering pula kita merasa risau, bahkan marah, jika mendengar ada orang yang membicarakan diri kita. Bercermin pada putra al-Husain yang berkata kepada `Amr Ibn `Ubaid,”Engkau telah digunjingkan dan difitnah sehingga kami merasa iba dan kasihan padamu.” Beliau menjawab,” seharusnya dialah yang dikasihi, bukan aku.” Itu artinya orang yang sedang membicarakan aib orang, selayaknya untuk dikasihi, karena dia sedang mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri.

Bahkan jika kita mendengar lagi ada orang yang membicarakan diri kita, hendaklah kita berkata,

Teruslah membicarakan aku, jika membicarakan diriku bisa memberimu kebahagiaan.” 🙂

Inilah sebuah konsep yg sejak dulu… dulu dan dulu… demikianlah adanya.

Kebijakan ?

Dimana dirimu kutemukan ?

———

* Sebagian paragraf kutemukan di sini, sini dan sini. 😉

37 komentar di “Jangan biarkan dia membicarakan cela temannya di hadapanmu

  1. Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
    Sekedar ikut menambahkan nih pak Her… *halah*

    Ketika Nabi SAW ditanya mengenai apa yang dinamakan dengan ghibah, beliau mengatakan, “Dzikruka akhaaka bimaa yakrohuhu (engkau membicarakan perihal saudaramu tentang apa-apa yang jika ia mendengarnya ia membencinya”.

    Ada seorang sahabat yang berujar, “seandainya menggibah itu halal, maka yang akan aku ghibah adalah ibuku”. Maksudnya adalah, karena menggibah dapat merontokkan dosa orang yang tengah diperbincangkan aibnya, maka ia akan menggibah ibunya agar dosa si ibu rontok.

    Salahsatu bentuk pembelaan atas kehormatan seorang muslim adalah dengan menghentikan orang yang tengah menggunjing saudaranya -sesama muslim-.

    Pak Her, mohon maaf, postingan saya yang berjudul “Doa si miskin dan si kaya” tidak sengaja terhapus… jadi komen-komen yang masukpun terhapus. 😯

  2. @Ram-Ram Muhammad
    Wa ‘alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh.
    Terima kasih atas tambahan hadist nya kyai… Itu sangat melengkapi.
    Saya menyiapkan postingan ini benar2 untuk mengingatkan diri sendiri…
    Kalau suatu ktika lupa… semoga tulisan ini lebih membekas utk cepat mengingatkan..
    ——————-
    Postingan yang terhapus itu ada backupnya kan ? Saya sekarang membiasakan menulis postingan pake blogdesk, sekalian bisa backup… 🙂

  3. pak heri, ada yang bilang, ghibah itu sama saja memakan bangkai temannya sendiri. pernyataan ini agaknya memang masuk akal juga. kalo kita larut dalam ghibah secara berlebihan bisa jadi akan menjadi sumber fitnah, fitnah akan menyebar jadi konflik. tak jarang akan berkembang menjadi sikap permusuhan. bahaya juga ternyata.
    *Mencoba belajar utk tidak menyebar gosip* halah

  4. @rajaiblis
    Biasanya kalo iblis minta disembah gak gratis lho …
    Ini pasti iblis modern …
    wekkekekekekeee …

    @Pak Sawali
    Sumber suasana yang tidak kondusif di setiap komunitas kayaknya ya ini pak… Inilah sumber dari segala sumber malapetaka. Menurut saya sih… Ketidaknyamanan suasana kerja, kesaling curigaan, saling tukar serang, dan karakter2 tidak elegan lainnya. Kita bisa perhatikan di tempat kerja masing2 … 😉
    Ironisnya ternyata tak mudah pula utk terhindar dari sikap ini. Termasuk [apalagi] saya.. |)
    Yang penting kesadaran (pemahaman) dan tekad (kemauan) ya pak.
    Seperti yang pak Sawali bilang mencoba dan belajar untuk tidak… *halah* 🙂

  5. Alangkah baiknya mulai sekarang berkaca dan berusaha membersihkan aib-aib diri sendiri yang pasti tak terhitung.
    Tapi ngomong-ngomong Mas Heri, membicarakan keburukan seseorang yang jelas-jelas menjadi biang perusak agama dan aqidah umat misalnya apakah termasuk ghibah?

    Terima kasih atas penjelasannya 🙂

  6. @ Fakhrurrozy
    Ada beberapa hal yang sebenarnya bentuk ghibah, tapi tidak terhukumi sebagai ghibah, atau masuk kategori ibahah (boleh). Di antaranya adalah, ketika meminta fatwa hukum yang memaksanya harus menceritakan keburukan seseorang. Kemudian, memanggil nama seseorang yang tanpa menyebutkan gelarnya -yang sebenarnya buruk- orang tidak akan tahu. Misalnya, ada seseorang yang dikenal dengan sebutan Asep Buntung (karena tangannya tidak ada sebelah). Ketika kita bermaksud menanyakan hal ihwal yang bersangkutan, kita terpaksa menyebutnya dengan nama yang dikenal.

    Adapun membicarakan keburukan seseorang yang jelas-jelas menjadi biang perusak agama dan aqidah ummat, atau orang yang “jelas-jelas bangga” menampakkan keburukannya, hukumnya boleh atau tidak termasuk kategori ghibah.

    @ Pak Dosen Her
    Maaf pak Her… nyampah di sini :mrgreen:
    Saya berangkat hari Sabtu insya Allah pak… Doanya ya.

  7. @Fakhrurrozy
    Dalam hal aib kita memang lebih baik EGOIS ya pak, memikirkan [aib] diri sendiri… 🙂

    Tentang : membicarakan keburukan seseorang yang jelas-jelas menjadi biang perusak agama dan aqidah umat misalnya apakah termasuk ghibah?

    Menurut saya tergantung…
    Tergantung apakah kita masih menganggapnya saudara … 😉
    Ah, itu cuma pemikiran pribadi saya saja pak … 🙂

    Dalam hal seperti ini lah menurut saya kita butuh fatwa yang dibuat oleh semacam dewan fatwa atau majlis syura. Kalau semua harus kita tentukan sendiri2 padahal ilmu dan wawasan masing2 kita sangat terbatas, tentu bisa bablas… 🙂

    Bukankah setiap situasi (yg tidak qath’i) bisa jadi memiliki fatwa-nya sendiri… Di suatu situasi fenomena itu difatwakan halal atau wajib tetapi di situasi lain justru jadinya haram.

    Atau bagaimana ya ?

    #Maklum masih minim juga wawasannya

    update :
    @Kyai Ram-ram
    Ma’af saya baru baca rupanya guru saya sudah merespos duluan pertanyaan ustadz Fakhrurrozy…
    Waktu kirim kita bersamaan mungkin ya… 🙂
    JazakaLlah kyai …

  8. Kalo satu postingan pada wordpress, menghujt postingan lain atau katakanlah menguliti kelemahan-kelemahan para pengikut paham tertentu, meskipun ranahnya adalah ilmu dan pengetahuan, bagaimana ustadz?

    betewe, salam kenal

  9. Karena .. memang tidak ada yang sempurna pak. Sehingga .. ketika kita meng-ghibah orang lain, sebenarnya kita sedang meng-ghibah diri kita sendiri. Yang menjadi pertanyaan saya .. mengapa manusia itu senang ber-ghibah ya pak?? malah semakin banyak bumbunya, semakin seru.

    *merenung*

  10. @erander
    Karena di sanalah si rajaiblis menari-nari ….
    Wakakakakaka ….

    Ma’af bang bercanda, jadi teringat si rajaiblis kita.. 😉

    Kenapa eh kenapa semua yg enak2 diharamkan…
    Karena eh karena…

    Lha jadi teringat lagu bang Oma … 🙂

    Kenapa ya ?

    *ikut2an merenung*

  11. hmmmm eramuslim ya? 😀

    ghibah itu penyakit rohani sepurba usia manusia itu sendiri kan?

    Ustadz, mohon petunjuk (bukan Harmoko ya) tips-tips agar terhindar dari melibatkan diri untuk berghibah….sulit juga ya (tak hendak ber-excuse di belakang bahwa saya manusia biasa yang tak lepas dari sifat-sifat manusiawi)……

    Syukron

  12. Assalaamu ‘alaikum warahmatullah.
    Sebelumnya mari kita mentafakkuri ke-Maha Rahmanan-Nya. Allah adalah Dzat Yang Maha Penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Salahsatu bentuk kasih sayang-Nya adalah dengan menyembunyikan aib dan cacat hamba-Nya di hadapan makhluk lainnya.

    Kalaupun kemudian Allah menampakkan aib seseorang, yang ditampakkan tidak sebanyak yang seharusnya nampak. Ketika si fulan dinampakkan dosanya karena mencuri, Allah tetap menyembunyikan dosa-dosa lainnya yang boleh jadi jauh lebih banyak dan lebih besar. Itu sebabnya Allah tidak memberikan manusia kemampuan untuk membaca dan mengetahui isi hati orang lain apalagi mengetahui catatan ama-amalnya.

    Saya tidak dapat membayangkan seandainya pak Her dapat mengetahui isi hati dan catatan amal saya, Kyai Erander, Ustadz Fakhrurrozy, hildalexander dan semua orang. Saya amat yakin, saya khususnya akan nampak lebih buruk dari syetan di mata pak Her. Syukurlah, Allah menutupi semua aib saya dari pandangan manusia.

    Allah menutupi aib hamba-Nya, bahkan hamba paling fasik dan kafir sekalipun. Lalu pantaskah kita, yang juga sama-sama makhluk tempatnya lupa dan salah, dosa dan khilaf, merasa memiliki hak untuk menelanjangi aib dan cela manusia lain? Membicarakan dosa, kekurangan dan cacat orang lain?

  13. Saudaraku… (Aa Gym Mode ON) 😛
    Manusia dibekali sifa al-haya dan al-khauf oleh Allah ‘azza wa Jalla. Al-haya adalah rasa malu, sedangkan al-Khauf adalah rasa takut. Kedua sifat ini berfungsi sebagai alat kontrol dan rem agar manusia berfikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan dosa.

    Ketika akan berzina, sifat malunya akan menasihatinya, “hey… entar kalau ketahuan orang lain bagaimana? Di arak sekampung baru tahu rasa. Mau di taruh di mana muka elo?

    Sedangkan rasa takutnya akan berbicara, “Hey, perbuatanmu ini akan dibalas oleh Allah dengan siksa yang pedih. Jangankan siksa neraka, kalau elo kena razia, seenggaknya elo kena pasal K3. Belum resikko kena AIDS, rajasinga, dan penyakit kelamin lainnya. Elo mau ketiban itu semua?”

    Seandainya fungsi hati dan akalnya baik, maka bisikan rasa malu dan takut itu akan menghentikan niatnya untuk berbuat dosa. Tapi sekiranya akal dan hatinya tidak berfungsi sempurna, ia akan tetap melakukan niatnya berzina, tapi dengan SEMBUNYI-SEMBUNYI (dari pandangan manusia, karena ia tidak akan sanggup bersembunyi dari Allah). Nah, sembunyi-sembunyi ketika melakukan perbuatan dosa adalah tanda bahwa yang bersangkutan masih memiliki urat malu dan takut. Sedangkan malu dan takut adalah tanda keimanan, sekalipun kualitas keimanannya rendah. Maka selayaknyalah seorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa, tidak diperbincangkan dosa dan kesalahannya karena ia masih seorang mukmin yang memiliki hak diperlakukan selayaknya mukmin. Orang yang masih memiliki iman, akan merasa malu jika perbuatan dosanya diketahui oleh orang lain, apalagi jika dipergunjingkan.

    Beda halnya dengan orang yang terang-terangan melakukan perbuatan dosa. Memamerkan aibnya di depan orang, atau bahkan mungkin ingin orang lain tahu kalau ia melakukan perbuatan dosa. Semisal, orang yang mabuk sengaja di pinggir jalan, mempertontonkan aurat di media, berzina secara terang-terangan. Mereka dipandang telah kehilangan urat malu dan takutnya. Itu sebabnya kemudian golongan yang semacam ini jika digibah, maka gibahnya dipandang ibahah. Lha, mau bagaimana disebut menceritakan aib, toh yang bersangkutan sendiri tidak menganggap perbuatannya sebagai aib… Ia justeru ingin dikenal sebagai “apa adanya”.

  14. @Ram-Ram Muhammad
    Gak ada yang perlu dihapus kyai, semuanya sangat mendukung pemahaman kita.
    ——————–
    Di perjalanan pulang tadi… Eh lupa, lapor dulu: sekarang dah di rumah nih 🙂 . #Setelah nglapor ngocehnya diulangi.. gini
    …di sepanjang perjalanan pulang tadi… saya merasa mendapat semacam “denging” (lagi-lagi denging nih) tentang bahasan ini. Kenapa kita akhirnya terlibat juga bergunjing (kalimat tanya ini kan seperti kegelisahan kyai erander). Ternyata info si “denging” kali ini salah satunya katanya karena diawali dari kekhawatiran kita digunjingi duluan oleh oknum yang kita gunjingi. Atau bisa juga karena ada dugaan bahwa oknum yg kita gunjingi telah menggunjingi kita duluan. Jadi semacam usaha menjaga2 terhadap kemungkinan yg dilakukan oleh yg kita kira lawan/musuh. Intinya… gunjing… menandakan kita punya musuh, atau merasa punya musuh.
    Ma’af, ini asli (real) pengalaman pribadi di sepanjang (merenung) saat perjalanan pulang tadi.
    —————
    udah dulu…
    mau ekplore lagi pengalaman gunjing2 di sekitar … trmasuk diri sendiri 😆
    Napa… napa… napa ? 😆

  15. iblis modern ? boleh juga tuch !
    kalo gitu .. jangan pake kembang tujuh warna lagi ya !
    karena dah modern minimal pake kembang tujuh digit .. !

    wakkakakakkaaa ///

  16. @Fakhrurrozy

    membicarakan keburukan seseorang yang jelas-jelas menjadi biang perusak agama dan aqidah umat misalnya apakah termasuk ghibah?

    jawaban khusus : tidak … jika dilakukan karena mencintainya.
    jawaban umum : (untuk amannya) ya … karena mengenal diri sendiri bukanlah hal yang mudah.

  17. Karena kalau hari ini dia membicarakan aib temannya di hadapanmu, maka besar peluang di hari esok aib anda sendiri juga akan menjadi pembicaraannya seperti itu.

    ups…. sepakat dengan ini pak, sayah kayaknya berpegang dengan kata-kata ini dari dulu dah, jadi yah berusaha menghindar membicarakan kejelekan orang aja, sebab mungkin bagi sayah membicarakan orang lain sama sja dengan menganggap kita sudah berlebih padahal setiap orang mempunyai kelebihan tersendiri yang patut kita pelajari

    *nyambung ga yah*
    :mrgreen:

  18. Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Walah, blog aku termasuk ghibah juga kali ya..? 🙄

    Memang tidak spesifik ke orang, tetapi ke jamaahnya dan itupun dalam rangka untuk membedakan dan berusaha memisahkan yang murni dengan yang tidak murni.

    Kalau nasihat yang bijak dan ilmiah kan sudah ada, sementara yang to the point kan belum ada. Mungkin bisa menyadarkan sedikit kepada mereka, karena buktinya sejak publishnya blogku bulan Agustus 2007, terlihat ada perubahan yang cukup signifikan buat kalangan ektrim tersebut [jee ge-er]. Itupun baru berdasar penelusuran aku saja.

    Ada saran untuk memperbaiki isi blogku, karena sebenarnya akupun sudah ingin merubah metode penyampaiannya, tapi masih ragu, gimana caranya… Please forward ke http://www.ihwan.salafi@gmail.com bagi yang mau dapat pahala banyak…. please…. 😳

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  19. Ping balik: Hey…! Kagak Malu Apa Sama Blogger Arab & Myanmar? « Cabe Rawit

  20. Ping balik: Malu Atuh Ama Blogger Arab & Myanmar…! « Cabe Rawit

  21. Ping balik: Dari Fenomena BURUK Persaingan : Tambahi Ilmu dan Keahlianmu « HERIANTO ’s blog

Tinggalkan Balasan ke almascatie Batalkan balasan