Masalah Skripsi [1]

Kepada Para “Pekerja” Skripsi 

Curhatnya

Hampir sebulan kemaren waktu atau hari-hari kami (dosen+mahasiswa) di kampus habis “tersedot” oleh kegiatan sidang skripsi mahasiswa. Fenomenanya adalah si para mahasiswa sedemikian berebutan minta skripsinya segera saja disahkan, lalu mohon diizinkan untuk mengikuti “sesi” uji isi/materi demi mencapai  tangga final yaitu sidang akhir (kompre/pendadaran). Di kampus kami skripsi/tugas akhir memang dilakukan mlalui 3 (tiga) tahapan, yaitu : [1] Uji judul/tema penelitan, [2] Uji Isi/Pembahasan hasil sementara dan [3] Uji akhir (kompre).

Yang saya kesalkan adalah (he he sok kesal aja ah), kenapa di batas2 akhir ini (semacam injure time seperti sekarang) mereka (para mahasiswa) baru sibuk menjenguk dosen pembimbingnya, menumpuki meja kerja dengan tumpukan naskah skripsi yang wajib “dicoret-coret-i”, belum lagi sejumlah aplikasi yang mmeriksanya kan harus buka komputer trus “penceti kibod n mos” yang merupakan bagian dari skripsi/penelitian mereka (jurusan Informatika). Memang sih semua itu adalah tugas atau kewajiban yang harus dilakoni oleh sang pembimbing skripsi. Tapi kenapa ya kesempatan bimbingan tersebut tidak mereka manfaatkan jauh2 hari sehingga “action” nya tidak seperti sekarang yang seakan seperti maen saling desak2an.

Permasalahannya

Skripsi itu apa an sih ? Lho kok nanya…

Untuk mengenang ga papa deh ditulis ulang.

Skripsi adalah bentuk tugas akhir mahasiswa tingkat Sarjana/S1. Kegiatan ini sebenarnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa melakukan kegiatan ilmiah dalam bentuk penelitian secara langsung sebagai bentuk pembelajaran akhir bagi pengakuan kesarjanaannya. Sebagai seorang calon sarjana memang sepatutnya mahasiswa “meraih” sikap ilmiah tersebut yaitu semacam kemampuan berpikir/berkeputusan yang runtut berdasarkan logika keilmuan. Tetapi benarkah kegiatan penulisan skripsi telah membawa mahasiswa kepada kemampuan ilmiah tersebut ? Ah…, ntahlah.

Lalu kemudian…,

seperti apa skripsi para mahasiswa jurusan informatika atau katakanlah secara umum mahasiswa dari jurusan rumpun-rumpun komputer (Yaitu : Teknik Informatika, Sistem Informasi dan Sistem Komputer) ?

Kenapa pertanyaan ini yang diajukan ?

Yang pertama karena skripsi yang saya bimbing pada umumnya berasal dari jurusan2 rumpun ini, jadi untuk membatasi kasus aja.

Yang kedua tentu saja dalam rangka menyingkap deretan pertanyaan berikut :

  1. Apakah penelitian2 (skripsi) mahasiswa informatika di negeri ini yang jumlahnya sudah “sejibunan” tersebut telah turut berperan di dalam memajukan dunia IT lokal bahkan internasional ?
  2. Adakah atau perlukah standarisasi penelitian tingkat sarjana informatika ? Misalnya batas tema/judul-nya seperti apa, metodanya harus bagaimana, cara penulisan harus seperti apa, dstnya ?
  3. Materi2 apa sebaiknya yang patut “diangkat” oleh mahasiswa rumpun komputer di era perkembangan pesat dunia IT dan/atau business saat ini ?

Ok, saya belum akan menjawab pertanyaan2 di atas karena satu dan beberapa hal yang enggan untuk saya sampaikan.  🙂

Tapi masukan dari anda2 sekalian bisa saja saya pinjam untuk menjawab pertanyaan2 tersebut kemudian.  😀

Yang belum selesai skripsinya, jangan bertahan ya, teruskan, pantang menyerah.

dan …   MERDEKA !!!   😀

Salam skripsi

13 komentar di “Masalah Skripsi [1]

  1. Itu wajar Bapak Dosen..

    Memang mahasiswa Indonesia kebiasaannya begitu, kalo tidak mepet ya nggak dikerjakan, sementara dosennya kalo dicari pura-pura Suibuk (padahal baca koral lokal)…He….

    Akhirnya ya numpuk kayak begitu, siapa yang slah..

  2. @Sismanto
    Pengalaman pak Sis gitu ya ? 😀

    Kalo ada dosen yg lari2 waktu mahasiswa minta bimbingan mungkin karena dia kurang menguasai bahan penelitian mahasiswanya tuh… :mrgreen:
    Tapi alasan pak Sis di atas boleh juga tuh…

    Kalo di tempat kami kenapa mahasiswa datangnya di akhir2 waktu (injure time malah), karena strategi mereka begitu. Berdasarkan pengalaman senior katanya. Kalo kita sering2 datang ke pembimbing akan semakin banyak yang dicorat-coreti. Hebat kan ?

  3. Pak Heri, mungkin lebih enak kalo skripsi itu menganut paham SKS (Sistem Kebut Sebulan), 1 minggu untuk sidang judul, 1 minggu untuk sidang isi, 1 minggu lagi untuk sidang akhir.
    1 minggu berikutnya wisuda…………………

    Bener kan Pak…..????

    Tapi yang sabar ya pak. Dan thanks buat kesabaran dan bantuannya.

    Semoga semuanya sukses selalu.

    -mila-

  4. Saya sepakat dengan Bu Mila, mengingat sementara ini Skripsi belum menjadi komoditi ilmiah yang dilirik oleh policy maker. Kecuali jika pranata yang ada diatur lagi. Sementara ini rata-rata dosen senior atau profesor yang meneliti itulah yang dianggap karya ilmiah. padahal, tidak semua dari mereka melakukannya dengan jujur (data-datane maksudnya), so, apa jadinya rekomendasi hasil karya mereka jika kemudian diimplementaiskan. Weee…….NGERI…

    Salam,,

  5. @mila
    Wah apa gak makin berat tuh mila, sekarang aja kan cuma 1 jam untuk sidang judul, 1 jam untuk sidang isi, dan 1 jam untuk sidang akhir, dan mahasiswanya sudah gemetaran. Gmana kalo masing2 jadi 1 minggu ? :mrgreen:
    Apa mereka sminggu itu gak ada kerjaan yg laen ?

    @Sismanto
    Ada benarnya juga…
    Saya juga sering btanya, apakah skripsi mahasiswa S1 masih layak disebut penelitian [ilmiah] lagi atau tidak. Kebanyakan asal buat dan sekedar pemenuhan kewajiban saja.
    Aspek2 ilmiah yg sesungguhnya memang banyak yang terlangkahi dan sukar terawasi.
    Barangkali ini juga sebabnya knapa dulu skripsi saya telat… telat mikir

    #Eh, apa iya ya ?#

  6. Mohan maaf pak dosen, kenapa ada diantara dosen pembimbing skripsi itu yang susa……h banget belum lagi kalau pembimbingnya ada dua orang, ketika kita datang dengan pembibing A misalnya, dia sudah mengoreksi beberapa bagian, lalu kita datang ke pembimbing B, ternyata yang sudah dikoreksi oleh pembimbing A ternyata disalahkan lagi oleh pembimbing B, apa memang begitu biar mahasiswanya tambah bingung dan stres? kenapa tidak bisa singkron ya, atau masing-masing mau mencari…… sendiri, sori pak dosen

  7. @nurmila
    Kayaknya memang ada semacam “tekad” di kalangan sebagian dosen2 yang bunyinya : “Kalo memang bisa mempersulit kenapa mesti dipermudah”.
    Ah, saya bprasangka baik aja itu tujuannya demi pendidikan.

    Kalo di kampus kami dosen pembimbing skripsi itu jumlahnya 1 saja, jadi gak bakalan saling tumpang tindih. 🙂
    Promosi nih… :mrgreen:

    Kalo yg menerapkan sistem 2 dosen pembimbing, semestinya tugasnya harus dibagi dan harus jelas2 perbedaan kerjanya. Biasanya sih, pemb. I sebagai pemb. materi (content) dan pemb. II sebagai pemb. tulisan (context).
    Kalo dari pngelola jurusan pembagian kerja itu gak jelas ya bisa begitu kejadiannya. Sang 2 dosen pembimbing akan saling unjuk kekuatan.
    Akhirnya bgitulah yg terjadi ? Kasian deh lu mahasiswa… 🙂

  8. hmmmmm, saya juga bingung nyari skripsi, akhirnya dapet judul buat sendiri, tapi referensinya gak jelas-jelas, jadi terhambat hampir 1 tahun, hehehehe… smangat…

    Herianto :
    Ayo, semangat !

  9. Assalamu’Alaikum Wr Wb…..
    Pak…Khaifa kHaluk????? salsa dtg lagi mau konsul neh. Alhamdulillah JuduL skripsinya dah diterima. Judul Kemarin g jadi. Judul yg diterima tuh “SISTEM PAKAR IDENTIFIKASI TANAMAN MENJADI BAHAN OBAT” salsa pakex delphi 7. Bapak punya referensi g masalah itu??????
    Syukron
    Wassalam….

    Herianto :
    Referensi masalah tanaman dan obat, wadduh saya jelas gak punya.
    Kalo sistem pakarnya silahkan gunakan seperti di modul saya itu, kalau cocok. 🙂

  10. kira-kira… dosen pembimbing tuh sebenernya ngasi nilai apa ngga sih? kesel aja.. dosen pembimbing malah ngasi nilai kecil.. padahal wkt sidang, saya bisa presentasi dan ngejawab pertanyaan2… jadi dosen penguji ngasi nilai wajar.. tapi malah jadi nilai drop malah karena dosen pembimbing ngasi nilai kecil.. 😦

    Herianto :
    Dosen pembimbing bisa saja ikutan memberi nilai dan bisa juga tidak. Di kampus saya dosen pembimbing tidak ikutan memberi nilai.

Tinggalkan Balasan ke andika Batalkan balasan