Logika fuzzy (1), logikanya sang kompromis

Manusia-manusia ‘rigid’ (kaku, picik, jumud) adalah sekelompok manusia yang menyempitkan sendiri ruang gerak hidupnya. Pola pikirnya mirip dengan logika tradisional mesin (komputer) yang hanya berprinsip ‘ya’ dan ‘tidak’ atau secara digital disebut 1 dan 0. Manusia-manusia ‘rigid’ atau yang semacamnya ini tak mengenal tahapan (marhalah) dalam mencapai target ‘ideal’-nya sehingga seringkali mengalami benturan setiap berhadapan dengan kondisi alamiah manusiawi (bisa juga dibaca : tak mengenal konsep realita/waqi). Adalah salah kaprah ketika kalangan awam terlanjur menyebut manusia-manusia semacam ini sebagai manusia yang idealis apalagi tegas. Jangan salah ! Kenapa ?

Moral filosofis

Idealis yang benar harus muncul dari pemahaman yang komplit tentang sesuatu yang diidealiskan. Sementara manusia-manusia ‘rigid’ tersebut justru terlahir dari sempitnya pemahaman dia dan dilanjutkan dengan ketidak-sudiannya memandang suatu fenomena dari sisi yang berbeda. Baginya sisi permasalahan itu hanya satu, yaitu sisi yang hanya ia [mampu] fahami itu [saja]. Sehingga prinsip holistikal, multi ‘attitude’, ‘team work’, fiqh awwaliyat, fiqh waqi’, fleksibelitas, dialogis dan seterusnya adalah prinsip-prinsip yang sulit sekali diterimanya, dan malah menjadi kebanggaan untuk tak memanfaatkannya. Prinsip yang mudah dicerna dan dilakoninya adalah subjektif, egois, agresif, revolusif dan sangat antusias menyerang salah-lalai manusia lain.  

Akhirnya, jika prinsip seperti ini ‘konsisten’ dipertahankan, maka besar peluang baginya untuk menjadi pesaing robot masa depan. 😮

Di pihak lain, manusia-manusia kompromis selalu mempertimbangkan realita dalam mencapai target idealisnya. Manusia ‘rigid’ bisa saja menuduh sang kompromis sebagai manusia munafik, bunglon, inkonsistensi dan yang semacamnya. Tetapi bersamaan dengan berjalannya waktu, lebih sering terbukti bahwa sang kompromis dengan karakter ‘evolusioner’-nya mampu mencapai apa yang sesungguhnya ingin juga dicapai oleh kelompok rigiditas.

Di ranah pragmatis, usaha interaksi sang kompromis terhadap ketidak-ideal-an realita seringkali disangka sebagai bentuk inkonsistensinya.

Oleh karena fenomena ‘realita’ umumnya tidak ideal, dan fenomena ‘ideal’ tak sederhana untuk segera diterap-penuh-kan di realita, maka ‘ijtihad’ perjuangan sang kompromis [barangkali] bisa meminjam konsep logika fuzzy.

Fuzzy, logika sang kompromis

Logika fuzzy sering juga disebut logika modern, sehingga logika yang sebelumnya (boolean) menjadi disebut logika tradisional.  

Logika tradisional menilai fakta hanya berdasarkan 2 keadaan yaitu ‘true’ dan ‘false’ atau ‘ya’ dan ‘tidak’ atau 1 dan 0. Logika seperti ini sukses ketika diterapkan ke mesin (komputer), sehingga disebutlah komputer sebagai mesin biner, mesin yang bekerja berdasarkan 2 keadaan.

Komputer berhasil mempermudah banyak pekerjaan manusia yang berkaitan dengan tugas pengolahan. Kebutuhan pengolahan dengan data masukan  yang berasal dari fakta ‘alamiah’ sejauh ini mampu diolah oleh mesin komputer selagi dapat dinyatakan bentuk kuantisasinya. Akibat kebutuhan kuantisasi ini maka data alamiah yang pada umumnya bukan dalam bentuk kuantitas (tetapi kualitas)  tersebut dipaksa oleh sistem komputer untuk diolah menurut pengolahan kuantitas (pengolahan angka biner), sehingga sedikit banyak tentu hasil pengolahan tersebut mengandung efek reduksi  terhadap karakter alamiah di awalnya.

Dulunya fakta-fakta alamiah sedemikian hanya dapat di-mapping [paksa] ke kondisi true dan false saja, padahal secara manusiawi tidak semua fakta sesuai untuk direlasikan ke kedua kondisi tersebut.

Manusia secara realita ternyata memiliki pilihan lain yang bukan ‘ya’ (true) dan bukan juga ‘tidak’ (false). Tidak perlu pusing untuk memikirkan apakah ini manusia baik atau tidak karena ini ‘bawaan’ realita. Lalu, jika kondisi seperti ini hendak dibuatkan modelnya untuk sistem komputer, bagaimana men-siasatinya?

Berkaitan dengan ke-‘rigid’-an logika komputer tersebut dan dalam usaha mengatasi permasalahan di atas, telah diusulkan oleh Dr. Lotfi Zadeh (Keturunan Iran)  dengan sistem yang disebut fuzzy logic.

Logika Fuzzy mampu meng-akomodasi kondisi selain dari true dan false atau 1 dan 0 saja. Jadi dengan logika ini, pernyataan fakta (yang di pemrograman istilahnya kriteria) bisa lebih banyak variasi nilai (respon)-nya dibandingkan hanya sekedar : true dan false.

Pernyatan logika pemrograman seperti ini :

if (tinggi=165) then {action}

menjadi dapat dinyatakan dengan :

if (tingginya adalah lumayan) then {action}.

Perhatikan bahwa tanggapan terhadap kriteria contoh pertama (tinggi=165) hanya dua kemungkinan yaitu true (benar tingginya 165) atau false (tidak benar tingginya 165), tetapi tanggapan terhadap kriteria di contoh kedua (tingginya adalah lumayan)  sangat relatif : bisa ya, bisa tidak, bisa mungkin, barangkali, dan seterusnya (‘lumayan’ itu tinggi pastinya berapa, kan gak jelas).

Pernyataan logika model yang kedua ini sekarang mungkin untuk digunakan bahkan diproses lebih lanjut dengan menerapkan logika fuzzy tadi.

Bagaimana  fuzzy dapat melakukan ini ?

(Dari sini indahnya pengetahuan kita mulai… OK ?)

Sebelumnya baca dulu sejumlah sumber lain, contoh :

http://id.wikipedia.org/wiki/Logika_Fuzzy

 

Simpul [Penutup] sementara ini   

(1) Sang (manusia) kompromis selalu mempertimbangkan realita dalam mencapai target idealisnya. Manusia ‘rigid’ bisa saja menuduh sang kompromis sebagai golongan : munafik, bunglon, inkonsistensi dan yang semacamnya. Tetapi bersamaan dengan perjalanan waktu ternyata lebih sering terbukti bahwa sang kompromistis dengan karakter ‘evolusioner’-nya mampu mencapai apa yang sesungguhnya ingin juga dicapai oleh kelompok rigiditas.

(2) Logika Fuzzy mampu meng-akomodasi kondisi selain dari true dan false atau 1 dan 0 saja.

akan disambung…

Posting blogger lain yang berkaitan :
(1) Logika Fuzzy untuk pengaturan lampu lalu lintas
(2) Logika Fuzzy ~ Teknologi berbasis Perasaan ~
(3) Artificial Intelligence-Logika Fuzzy
(4) …

46 komentar di “Logika fuzzy (1), logikanya sang kompromis

  1. ass.wr.wb,
    Semuanya kalau dibahas dengan pendekatan akademis memang terlihat mudah,simple,dan langsung kita seolah-olah dengan cepatnya segera menemukan solusi ilmiahnya,seperti kata tulisan di buku2 petunjuk.
    Yang diperlukan adalah dialog dengan cara yang egaliter,dengan bahasa yang sederhana,langsung berhubungan dengan kondisi masyarakatnya
    salam kenal

    Herianto :
    Untuk kalangan akademis [ilmiah] kita berkomunikasi secara akademis, untuk kalangan masyarakat umum tentu kita juga harus gunakan bahasa mereka. Banyak hal selalu dimulai dari gagasan (kerangka pikir), termasuk pemecahan masalah2 kemasyarakatan. Tanpa gagasan [referensi atau kerangka pikir tadi] tentu sama dengan bekerja tanpa perencanaan. Setiap masalah dapat terlihat mudah, simple dan menjadi terbetik titik terangnya jika dapat diungkap-nyatakan model sistematisnya. Selanjutnya tentu tindakan2 yang berhubungan dengan kondisi masyarakat… Mari berdialog secara egaliter, termasuk melalui forum ini. Wallahu a’lam.
    Salam kenal juga mas Cipluk, mana link ke site-nya ?

  2. Ping balik: Suluh Numpang Nulis

  3. wuaw… posting yang satu ini, sukses bikin ‘fuzzy’

    *) kira-kira lulus atau lolos ‘fuzzy’ nggak yah?? 🙂 😛

    salam kenal..
    blogwalking, regards,

  4. Ass, Hoi….. ado ndak materi logika fuzzy-nyo nan labiah mendalam yang labiah aplikatif dan solusi pemecahannyo. Jaleh-jaleh yoo kalau mambuek materi tu……..

    Herianto :
    Ha ha ha…
    Rekan blogger, wadeheler, fuzzier, iller dsbnya sekalian, yang ini (Joko Purnomo) teman saya waktu di UGM dulu (Lo alumni UGM toh ?)
    Dia penelitian akhirnya memang ttg Fuzzy, makanya dia protes kok bahasan “teknis” fuzzy nya dangkal banget…
    Saya jawab ya…,
    Begini masku (ini panggilan sayang saya kalo hubungan kami lagi normal), jenenge ojo (judulnya aja, benar ya?) : Logika Fuzzy satu (1), jadi baru BAB I tau’ …

  5. (Wah, ternyata ada beberapa respon dari teman2 mengenai komen saya ttg berita kematian virtual sang wadehel yang menyentuh sisi-sisi sensitif anda. Ini yang pertama sempat saya tanggapin. Yang lain ntar ya, lagi ada sesuatu yg menyita waktu saya dalam memperhatikan ini, pokoke diskusi ini akan kita clear kan … OK ?)
    Saudara Deking cs
    Yuk kita sama menambah wawasan tentang anatomi [ummat] Islam, dan masalah peta gerakan ummat Islam saat ini. Dari komentar anda cs saya dapat menangkap bahwa anda cs sesungguhnya memiliki peluang dan ‘amunisi’ yang cukup untuk bermotivasi mempelajari itu semua. (Jangan sempat anda mengira saya meminta anda pindah jurusan agama ).
    Begini,
    [menurut saya], Cluster pemikiran Islam tidak mesti 2 saja, seperti : salafy vs wadehel saja, atau rigid (konservatif) dan liberal (relativisme) saja, atau 1 dan 0 saja (Bukankah ini fenomena jumud, idealis tak komplit, eh.. maksud saya yang boolean itu). 🙂
    Ketika anda membaca arah pemikiran saya dari wacana “Logika Fuzzy sang kompromis”, dan dari situ anda menilai bahwa saya penganut seperti wadehelis (istilah saya dia sang liberal mentah), lalu ketika anda membaca komentar2 saya tentang wacana wadehel ternyata kontra dengan penilaian anda pertama, karena kok lebih mirip dengan faham salafy, lalu anda cs bergumam,”Orang ini aneh dan membingungkan”. Kenapa? Karena yang [baru mampu] anda lihat adalah, di satu sisi saya seperti pendukung gaya kebebasan wadehel, di sisi lain seperti pendukung salafy cs. Dalam hal ini anda gagal melihat kalo ternyata ada sisi lain selain yg anda fahami itu saja.
    So, kalo anda cs menuduh saya lah yang rigid, saya tak ingin membalas balik tuduhan itu secara langsung, karena saya pikir anda cs harus membenahi ke “tidak komplitan” tsb.
    Mari [termasuk saya] kita perluas wawasan, pergaulan, sehingga kita bisa menyadari ternyata :
    banyak kok manusia-manusia yang berprinsip kompromis (ibarat logika fuzzy ’saya’) yang tidak mesti terjebak ke gaya pemikirin liberal dalam masalah agama kita (kebebasan an sich).
    Tahukah anda bahwa, “Semua bisa benar tergantung darimana sisi melihat” adalah faham ‘relativisme’ yang targetnya adalah mempengaruhi anda untuk setuju pluralisme (semua agama sama). Ini yang saya maksud faham yg telah di fatwa haram oleh ulama MUI.
    Kalo wadehel menjawab bahwa dia tidak berfaham liberal atau tidak berfaham relativisme, tapi cuma mengungkapkan fakta bergaya ironi dan satire saja, yah sudah…
    Ttg komen2 saya, saya hanya ingin menjadi penyeimbang dari komen teman2 yg lain dengan gaya saya…
    Seperti anda, salafy, wadehel, dan teman2 yg lain, kita semua pasti punya misi saling-pengaruh, karena masing2 kita memiliki ide ttg apa itu kebenaran…
    Banyak yang lain hendak saya sampaikan, eh nanti komen ini jadi kayak postingan. Udah ya insya Allah pasti saya sambung…

  6. Wah kok OOT sampai MUI
    Relativitas Einstein aja gak aja tidak semuanya relatif loch… Kecepatan cahaya dan Hukum fisika berlaku dimana saja tuh bukan relatif… Tuh adalah landasan untuk membangun sesuatu…

    Herianto :
    Hmm…
    Wah kebetulan nih ada direct example. Ini yang saya maksud dengan fenomena “tidak komplit” di wacana “logika Fuzzy, logika kompromis ” tsb, seperti penggalannya ini :

    Moral filosofis
    Idealis yang benar harus muncul dari pemahaman yang komplit tentang sesuatu yang diidealiskan.

    Mas Suluh coba baca ini dulu dah tentang apa yang saya maksud dengan relativisme di sini : (ma’af kalo kesannya ngajari, mungkin dah pernah baca ya ?)
    [1] http://ichsanmufti.wordpress.com/2007/05/08/liberalisasi-islam-di-indonesia/
    [2] http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3869&Itemid=55
    Paling [umumnya] teman2 liberal akan merespon begini ,” Emang ulama MUI itu Tuhan, Sang Penentu halal-haram ?”. Caaape de…h, ini mlulu…
    Begitu mas Suluh…
    Maka menggeloralah ‘amarah’ sang ‘nabi’ wedehel dengan cloteh pemiringan opini simbol-simbol kemapanan kalangan ulama seperti tentang : janggut, jidat, jilbab, ….
    Dan menyeragamkan pemberian gelar “OOT” terhadap pihak-pihak yang mencoba mengalihkan target opini miringnya… Kita terpengaruh dengan gaya dalih mereka yang berkata : Inikan ironi, satire, substansi, nilai, kontektual, dstnya yang seolah2 hanya orang2 yang setuju akan opini targetnya sajalah pemiliknya …
    Apa bukan ini yang disebut merasa benar sendiri.
    Mas Suluh…,
    “Kadang2 mereka lempar batu sembunyi tangan…”
    (Wah istilah apalagi ini…)

    *(sambil melepas sandal jepitnya)….kabur da…h*

  7. Saran saya, pertama² anda harus mengclearkan pernyataan anda.

    [Menurut saya] mereka cs sesungguh punya komunitas yang telah terbentuk sebelumnya di dunia nyata, supaya kelihatan banyak mereka masing2 [bisa jadi] memiliki multi blog untuk setiap individu komunitasnya.

    Komunitas mana ya anda maksud? Jika punya fakta akan lebih baik dan jelas duduk perkaranya dan betul harus kita waspadai.

    Herianto :
    Terima kasih mas Roffi atas partisipasi anda yg telah me-makcomblangi me link kan saya ke postingan yang membicarakan tentang tanggapan saya terhadap komunitas wadehel.
    Tapi bagaimana pun di antara beberapa kesibukan saya saat ini saya harus memprioritaskan dengan lebih dahulu merespon komentar tamu-tamu yang langsung datang ke beranda rumah saya. Saya salut dengan anda, deking dan teman2 lain yang pada langkah awalnya langsung berkomentar tentang saya di depan saya ketimbang ribut2 di belakang atau di rumahnya sendiri. (Mungkin ada yg kebiasaannya di dunia nyata seperti itu ya ?)
    Walaupun begitu atas bantuan anda, saya telah membaca beberapa keberatannya yang ternyata apa yang disampaikannya sepertinya ada kesan gak nyambung atau ‘salah sambung’ aja kali.
    Tak satu pun apa yang saya tuduhkan yang berkaitan dengan dirinya, sehingga saya heran saja kenapa dia merasa berhak untuk mewakili komunitas wadehel tersebut. Katanya : Dia merasa tidak membuat multi blog, merasa tidak terkucilkan, dan merasa tidak melanggar fatwa MUI. So what gitu lho ? Kenapa dia sewot sendiri. Atau barangkali melalui jalur lain, anda cs telah mempercayai dia untuk mewakili membalas komentar saya. Semoga seperti itu adanya, sehingga dia tidak termasuk orang yang menjadi Ge Er sendiri.
    Baik saudara Roffi, jujur saja saya lebih respon terhadap anda, deking, dan beberapa yang lain, makanya kata2 anda yang pertama2 saya ‘clear’ kan. Bukan kata2 dia [seseorang] yang telah anda link kan ke saya itu.
    Dan atas beberapa kata2 anda yang baru, ini juga akan saya clearkan sekarang.
    Yang pertama saya perkenalkan (barangkali sudah tahu) bahwa saya adalah seseorang yang sampai saat ini tidak sreg dengan yang namanya faham komunis (walau ngaku bertuhan), liberal (walau ngaku berpikir objektif), sekuler (walau ngaku demi kemajuan ummat) dan turunannya dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan (Oh ya, komunis bukan faham agama ya?). Lebih baik kita tidak bahas kenapanya, karena saya sudah mengikuti beberapa diskusi panjang tentang hal ini, dan ternyata tidak mudah untuk mengubah pemikiran orang hanya dengan debat (“ternyata tak semua dialog bermutu”, mau protes dengan slogan ini? Ntar aja ya..).
    Ada faktor keracunan pemikiran, subjektivitas, egois, dan khawatir ditinggal komunitas bagi kebanyakan orang untuk sekedar mengubah haluan pemahaman atau ideologinya (ini bisa anda, bisa saya, jangan tendensius dulu masing2 kita, OK !).
    Tentang komen saya ini :

    mereka cs sesungguh punya komunitas yang telah terbentuk sebelumnya di dunia nyata..

    Bisa jadi ini maksudnya bukan anda, tapi maksud saya beberapa dari komentator wadehel bahkan bisa jadi mas teguh sendiri sang pemegang tunggal saham ‘PT. Wadehel’ tersebut sebelumnya telah ‘menggabungkan’ diri dengan pemahaman liberal, sekuler atau post-modernisme. Menggabungkan diri bisa saja melalui bacaan kesukaannya, atau teman2 se-permainan-pemikirannya atau mungkin langsung menjadi anggota JIL. [Sekali lagi menurut saya] komunitas wadehel bukan komunitas yang [pemikirannya] baru terbentuk di diskusi ruang wadehel [semata], tapi sebelumnya memang telah terbentuk di awalnya, lalu pelan2 mereka menggiring orang2 yang terjaring di sana untuk juga setuju dengan mereka. Langkah awalnya memang begitu, mengkritik fenomena sosial kontemporer [dgn kesannya berpihak proletar] dan akhirnya dilanjutkan dengan mengkritik masalah2 ideologi dan keagamaan.
    Saya sendiri tidak tahu pasti apakah anda sendiri termasuk yang telah terbentuk sebelumnya atau dibentuk (terpengaruh ) oleh postingan dan koleksi para komentator blog wadehel. Kalo anda tanya ke saya berapa persen yang telah terbentuk dan yang terpengaruh tersebut, wah jujur saja, saya tak punya data. Tapi 2 (dua) kelompok ini PASTI ada.
    Selanjutnya, kalo anda tidak merasa memiliki beberapa blog, jangan tersinggung atas komentar saya. Tapi hubungan antara personal dan blog tidak sekedar “One to Many”, bahkan “Many to many”, maksudnya satu personal ada yang membuat beberapa blog dan satu blog ada yang dikuasai beberapa personal. Mudah2 an anda tahu sendiri beberapa contohnya. Kalo anda merasa tidak ada satu orang pun yang melakukan itu, wow, saya jadi curiga, apakah anda yang mengkoordinir mereka smua sampai tahu pasti seperti itu. Saya tak suka kalo kita saling berpura tidak tahu.
    Sama dengan masalah haluan kiri, ini yang paling licik dan lihai menarik simpati para pemula.
    Sesungguhnya, pesan di komentar saya lebih bermakna : “HATI2, HATI2, HATI2…. TERHADAP APA YANG SAYA TUDUHKAN”.
    Sama dengan prasangka baik kita anda dengan sejumlah wacana di postingan wadehel, yang anda cs sering minta supaya dimaknai : “BAHWA ITU PESAN SUPAYA ULAMA2 JANGAN PADA BUSUK, ATAU PESAN SUPAYA POLIGAMI JANGAN JADI ALASAN MENGUMBAR NAFSU, ATAU SUPAYA ALQURAN JANGAN JADI BAHAN JUALAN, dan seterusnya. Tanya ke Wadehel, berapa persen ulama yang busuk?, berapa persen ulama poligami karena nafsu besarnya?, berapa persen ustadz yang menjual ayat2 al Quran. Pernahkah wadehel punya data angka pastinya. Saya saja yang jawab,” WADEHEL TIDAK PUNYA”. (Wong dengan SKRIPSINYA saja lagi kalang kabut, sst… )
    Tapi bukan itu yang penting bagi anda cs kan, tapi pesan moral tersirat yang hendak disampaikannya.
    Contentnya blog wadehel beberapa ok sih, tapi context (cara) -nya (saya protes, boleh dong) dan ditambah munculnya manusia2 ‘penyusup’ liar tersebut. Mereka ‘bermain” di prinsip kebebasan an sich yang memang kita anak2 muda menyukainya begitu saja.
    ITU YANG SAYA MAKSUD DI PESAN SAYA.
    Kalo anda bukan yang harus dihati2kan, so apa ya masalah di antara kita ?
    Apa lagi beberapa content blog anda saya baca menarik sekali. (Tapi masih segan aja ngasi komentar, kita kan lagi duel, he he.., istilah saya kayak anak kecil ya..)
    Ma’af, jangan sempat anda sekedar ‘jual tampang’ di komunitas dengan [sekedar mau] memperlihatkan diri sebagai penjaga gawang wadehelis, maksud saya adalah, seperti ‘sang’ postingan yang anda link kan ke saya. Sepertinya masing2 anda saling bangga kalo dapat membuktikan pada komunitas bahwa diri anda masih bahkan pembela faham ‘wadehelis’. Hati2 jangan sempat “kebebasan berpikir” seperti yang sedang anda cs galakkan, justru dibelenggu (ditidak-bebaskan) oleh sang wadehel ketika membelanya. Apa bukti atau fakta bahwa anda2 terbelenggu, mohon jangan tanya saya. Tak semua fakta mesti dipertanyakan.., nilai pesannya yang saya minta diperhatikan.
    Ok mas Roffi.
    Senang [masih] dapat berdialog dengan anda.

  8. @ Herianto

    Salam,

    Saya baru sampai ke halaman ini kemarin, setelah melewati berbagai link di komentar Anda. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih atas kesediaan Anda melakukan klarifikasi.

    Saya juga mohon maaf karena (kelihatannya) Anda merasa bahwa tulisan saya seolah membicarakan Anda diam-diam di belakang. Meskipun begitu, saya perlu sampaikan bahwa tidak ada maksud saya untuk berbuat demikian.

    Di antara blogger id.wordpress, kebiasaan yang berlaku adalah melakukan linking kepada blog yang terkait, atau melakukan pingback ke sebuah tulisan ketika membicarakan suatu topik. Sebetulnya saya ingin melakukan pingback ke salah satu tulisan Anda; sayangnya tidak ada entry yang bersesuaian (ataupun halaman “about”). Akhirnya saya melakukan linking dengan harapan Anda akan melihat halaman “Page Stats” Anda, dan menyadari bahwa ada suatu incoming link dari saya. Demikian saya kira sebagai undangan diskusi pada saat itu. Mohon maaf jika ujungnya adalah salah paham dan perasaan tidak nyaman, saya sama sekali tidak bermaksud begitu.

    Sekarang, saya ingin membahas tanggapan yang Anda sampaikan di sini.

    Saya cukup setuju dengan beberapa poin dari penjelasan Anda. Meskipun begitu, ada beberapa hal lain yang kelihatannya perlu diluruskan — saya akan berusaha menjabarkan sesingkat mungkin di sini.

    Beberapa jawaban Bapak untuk komentator lain akan saya kutip mengingat isinya cukup bertalian dengan inti masalah.

    Ketika anda membaca arah pemikiran saya dari wacana “Logika Fuzzy sang kompromis”, dan dari situ anda menilai bahwa saya penganut seperti wadehelis (istilah saya dia sang liberal mentah)…

    FYI, saya tak pernah mengatakan bahwa Bapak adalah penganut yang rigid. Yang mengatakan demikian adalah komentator deKing, dan itu bukanlah pendapat saya. Bisa dilihat di post, bahwa saya sebenarnya mengharapkan bapak untuk tabayyun/klarifikasi — dan tidak sekalipun di post maupun di komentar saya menyatakan bahwa bapak bersikap rigid dalam kepercayaan Bapak.

    Dalam hal ini anda gagal melihat kalo ternyata ada sisi lain selain yg anda fahami itu saja.

    Justru oleh karena itulah saya mengharapkan bapak untuk klarifikasi…
    Bukankah di post saya sudah saya tuliskan kalimat berikut,

    Saya akan dengan senang hati mendengarkan pendapat Anda dan berdiskusi, jika memang bisa menambah wawasan kita bersama.

    Rasanya saya juga sudah menyampaikan bahwa saya mungkin salah, dan bersedia berdiskusi seandainya Bapak punya pendapat lain di sana.

    Tahukah anda bahwa, “Semua bisa benar tergantung darimana sisi melihat” adalah faham ‘relativisme’ yang targetnya adalah mempengaruhi anda untuk setuju pluralisme (semua agama sama).

    Memang benar bahwa itu adalah prinsip dasar dari relativisme. Meskipun demikian, saya pribadi punya penafsiran yang lain dari kalimat itu.

    Saya tidak setuju bila semua agama sama. Tapi, saya percaya bahwa semua orang merasa bahwa agama/keyakinan yang dipegangnya adalah ‘yang benar’ — kaum Muslim akan mengatakan ajaran Islam adalah yang paling benar, sementara kaum Nasrani akan mengatakan ajaran Kristus yang paling benar. Bahkan di dalam satu agama pun bisa terjadi perbedaan pendapat — kita tahu soal perbedaan waktu Idul Fitri, atau perbedaan prinsip antara Katolik dan Protestan.

    Menurut hemat saya, semangat yang terkandung dalam slogan yang Anda kutipkan lebih kental pada pendirian untuk menghargai berbagai kebenaran yang mungkin ada. Saya percaya agama saya (Islam) adalah yang paling benar. Tetapi, saya bisa bilang apa jika tetangga Nasrani saya berpikir sebaliknya? Yang Hindu? Buddha? Dan lain-lain lagi.

    Menghargai kebenaran pendapat orang tidak otomatis membuat kita mengakui kebenaran tersebut, bukan?

    Dan menyeragamkan pemberian gelar “OOT” terhadap pihak-pihak yang mencoba mengalihkan target opini miringnya…

    Saya tidak bisa menanggapi banyak soal ini, sebab saya sendiri membaca blog wadehel baru mulai awal tahun ini — dan tidak selalu mengikuti perkembangan komentar yang masuk. Tapi, sejujurnya, (menurut saya) itu bukanlah cara yang elegan untuk berdiskusi.

    Bisakah Anda memberikan link komentar yang bernada ‘menstigma’ OOT tersebut? Saya akan dengan senang hati mengakui bahwa para komentator di blog wadehel memang tidak berdiskusi dengan semestinya, jika memang banyak contoh yang sesuai dengan pernyataan Anda itu.

    Kita terpengaruh dengan gaya dalih mereka yang berkata : Inikan ironi, satire, substansi, nilai, kontektual, dstnya yang seolah2 hanya orang2 yang setuju akan opini targetnya sajalah pemiliknya … Apa bukan ini yang disebut merasa benar sendiri.

    Sejauh yang saya tahu, target dari satire dan ironi cuma satu, yaitu mengkritik situasi yang sedang berlangsung. Situasi yang dikritik itulah yang dijabarkan dalam nuansa humor dalam suatu tulisan.

    Terus terang, saya bingung dengan maksud Anda tentang “merasa benar sendiri” di sini. Kenyataannya, banyak tanggapan yang “seolah setuju” di blog wadehel justru dikritik balik dengan ucapan sebangsanya “hei, ini satir lho…”

    ***

    Selanjutnya, saya akan membahas bagian yang spesifik membahas tulisan saya.

    Tak satu pun apa yang saya tuduhkan yang berkaitan dengan dirinya, sehingga saya heran saja kenapa dia merasa berhak untuk mewakili komunitas wadehel tersebut…

    …So what gitu lho ? Kenapa dia sewot sendiri.

    Sebelumnya saya mohon maaf, tetapi itu terjadi karena opini Anda terkesan menggeneralisir keadaan para pembaca blog wadehel. Tentu saja saya sebagai salah satunya merasa perlu meluruskan opini tersebut.

    Saya kutipkan dari Anda,

    [Menurut saya] mereka cs sesungguh punya komunitas yang telah terbentuk sebelumnya di dunia nyata, supaya …

    Di sana Anda tidak menggolongkan sama sekali, dan langsung menyatakan seluruh pembaca wadehel adalah seperti gambaran Anda. Oleh karena itu, saya merasa perlu untuk memberikan counter-opinion atas pendapat tersebut.

    Perlu dicatat bahwa saya tidak mewakili siapapun dalam post tersebut — itu adalah tulisan saya pribadi, dan muncul sebagai respon atas pendapat Anda yang, sejauh saya lihat, terkesan menggeneralisasi para pembaca wadehel. Tentunya saya sendiri merasa terkena generalisasi tersebut, tak lain karena saya juga beberapa kali berkunjung dan menulis komentar di blog beliau.

    Atau barangkali melalui jalur lain, anda cs telah mempercayai dia untuk mewakili membalas komentar saya. Semoga seperti itu adanya, sehingga dia tidak termasuk orang yang menjadi Ge Er sendiri.

    Ini juga perlu saya luruskan. Saya tidak pernah dikontak untuk menulis post tersebut, selain karena saya merasa perlu menuliskannya. Pendapat Anda terkesan menyerang para pembaca blog wadehel secara keseluruhan (termasuk saya di dalamnya) — dan tulisan tersebut adalah respon pribadi saya atas tanggapan Anda.

    Beberapa nama blogger yang saya rujuk sendiri hanya merupakan contoh yang saya kenal di blogosphere, dan bukannya saya pilih karena semata satu komunitas saja.

    Bisa jadi ini maksudnya bukan anda, tapi maksud saya beberapa dari komentator wadehel bahkan bisa jadi mas teguh sendiri sang pemegang tunggal saham ‘PT. Wadehel’ tersebut sebelumnya telah ‘menggabungkan’ diri dengan pemahaman liberal, sekuler atau post-modernisme.

    Sejujurnya, inilah pendapat Anda yang hendak saya klarifikasi saat itu. Bukankah di atas tadi sudah saya sampaikan, bahwa kalimat Anda terkesan menggeneralisasi? Dengan maksud itulah saya menuliskan post di blog saya.

    Bukankah sudah saya tuliskan juga di post saya tersebut,

    Kepada Bapak Herianto, sudilah kiranya menyampaikan balasan apabila ada yang salah/kurang berkenan dengan penjelasan saya di atas.

    Saya akan dengan senang hati mendengarkan pendapat Anda dan berdiskusi, jika memang bisa menambah wawasan kita bersama.

    Mengapa setelah itu, dan link dari saya, Anda justru beranggapan bahwa saya berniat tampil ke muka sebagai penjaga gawang wadehelis? Mengapa Anda justru merasa bahwa saya seperti yang Anda kutipkan berikut ini?

    Ma’af, jangan sempat anda sekedar ‘jual tampang’ di komunitas dengan [sekedar mau] memperlihatkan diri sebagai penjaga gawang wadehelis, maksud saya adalah, seperti ’sang’ postingan yang anda link kan ke saya.

    ***

    Yang saya tuliskan di post saya adalah murni counter-argument atas pendapat Anda yang (terkesan) menggeneralisasi. Mengapa saya counter? Simpel saja, karena saya (secara tidak langsung) menjadi salah satu yang terkena generalisasi tersebut. Itu saja sebenarnya.

    Jika terdapat sebuah opini, dan tidak ada yang menyangkalnya, maka orang-orang akan cenderung menganggap bahwa opini tersebut menjadi benar. Oleh karena itulah, saya menuliskan post tersebut, semata agar menjadi opini tandingan atas (apa yang kelihatannya) generalisasi dari Anda…

    ***

    Saya rasa saya sudah menyampaikan beberapa hal yang perlu saya luruskan. Sejujurnya, saya punya beberapa kesamaan pandang dengan berbagai pendapat lain yang Anda tuliskan di sini (e.g. soal ketidakcocokan dengan liberalisme, komunisme, dan sekularisme hingga titik tertentu). Meskipun begitu, masih ada satu hal yang ingin saya klarifikasi ke Anda.

    Mengapa Anda meletakkan link ke komentar di blog Pak Roffi untuk menanggapi saya? Apa tujuan Anda?

    Melihat kualitas tulisan dan jawaban Anda di sini, saya kira Anda bisa memberikan jawaban yang jauh lebih elegan daripada itu. Sekadar serangan ad hominem sangat tidak cocok menggambarkan pemikiran Anda yang aslinya cukup matang; saya tidak bermaksud menyanjung berlebihan di sini. Saya setuju dengan beberapa ide Anda, dan saya rasa Anda punya amunisi lebih baik daripada shooting the messenger macam itu.

    ***

    OK, rasanya cukup sekian tanggapan dari saya; mohon maaf jika jadinya sangat terlalu panjang untuk ukuran sebuah komentar.

    Terima kasih atas perhatiannya; mohon diluruskan jika ada salah/kurang berkenan dari tanggapan ini. 🙂

  9. He he he BTW saya suka loch tulisannya wadehel…
    Saya juga kecewa wadehel gak nulis di blog lagi… Lah ini malah OOT lg….. 😀

    Herianto :
    Saya rencana mo nulis tentang wadehel aja ah, sepertinya kalo tentang masalah teknis/aplikatif fuzzy sudah cukup banyak yang beredar. Saya punya beberapa alternatif judul ttg wadehel :
    Wadehel si anak bandel baik, atau
    wadehel si raja OOT satire, atau
    wadehel sang selebriti liberal blogosphere
    Yah, kenapa tentang wadehel ya…
    Jangan2 motivasi saya menulis sudah mampus seperti wadehel … ha ??? 😮 🙂
    Gak dong !
    Ada beberapa tulisan yang lagi saya antri in aja …
    Ada kesamaan gaya kita mas Suluh…
    Menulis suatu tema dengan cara yang berbeda dari yang ada… [apa iya dalam hal ini kita sama?]

  10. kasus ditutup? oh no…
    ini masih terlalu seru. klimaksnya belum nyampe 😉

    Herianto :
    Si joesatch [yang terkenal di pemukiman karena keunikan motor hadiah papanya?] ini, 🙂 [mungkin] sedang menulis SKRIPSI dengan tema : Optimalisasi provokasi melalui proses clustering berbasis fuzzy dan searching dengan genetic algorithm.
    Sengaja aja menyinggung SKRIPSI, kabarnya perutnya sering mual kalo dengar kata SKRIPSI (di uppercase lagi, He he …).

    Joesatch, kalo mau klimaks harus wisuda, eh nikah, eh pemanasan dulu.
    Ini kan masih pemanasan. Kita gak se pengecut Wadehel sampai me[n] ‘tutup’ kasus blognya sebelum klimaks. (Kok saya jadi gandrung nyerang Wadehel mlulu nih, kualat ya ? …)

    Saya sarankan kalo ngSkripsi bimbingan-nya dengan pak Jazi [aja] ya ? 😉

  11. Weh Joe ki bimbingane karo koncoku Her… Mas Edi WIbowoku tersayang… Ojo gelem ganti ah… AKu mengko ora iso kirim salam kanggo Ediku… Hahaha…

    Kok malah koyo pacare Edi wae aku hahaha

  12. Eh MasHerianto… Jangan nyerang PRibadi dong… Masak ngomongin skripsinya Joe… Saya bacanya gimana gitu… Gak enak POkoknya… Masalahnya saya juga seret skripsi… Terus kerjaannya juga NGeblog n Chatting…
    He he he
    SEnasib Ya….
    Halah Ngomong OPo aku ki…

    Mohon Kebijakan Mas Herianto ya…. Pliss Deh.. PEace 🙂

  13. O gitu ya…
    Gini lho :
    [1] Mahasiswa ku juga banyak yang seperti ini, sejak internet ‘blong’ [broadband] di kampus, yah… [pada dapat maenan baru semua]. Kalo kayak mas Sulus cs yg ngBlog [nulis2 ilmiah dan diskusi] masih mending, ada aktivitas peningkatan diri …
    Kalo mahasiswa kami eh pada Ng-chat doang …
    [2] Saya [pribadi] dulu pnyelesaian skripsi-nya juga bmasalah [bahasa halus dari ‘telat’ gitu lho]. Jadi kayak2 nya saya memahami lintasan ‘fenomena’ [maksudnya tekanan] psikologis yang teman2 alami sekarang. Kadang2 kita harus ada yg ‘nendang’ baru mlompat dan sadar. Orang2 hebat seperti mas Suluh, Joe, Wadehel, AkuJuga [gak mau ketinggalan, he he], dstnya, akibat tidak mau menjadi orang biasa, bayangin skripsinya juga gak biasa, eh jadi malah [kebanyakan] ya hasilnya memang gak biasa alias penyelesaian ‘unnormal’.
    Jangan tiru aku, maksudnya gitu lho…
    Ya deh, ini terakhir :
    Nanti, tiba di kos2an [di rumah] duduk yg manis, utak-atik tuh bahan skripsinya… OK ?
    Peace … 🙂

  14. Hidup Pak Edi-lah pokoknya!
    Kalo Pak Jazi, entah kenapa saya ga jodoh dengan beliau. Beberapa kali ngambil mata kuliahnya selalu C, padahal yang nyontek sama saya malah dapat A-B. Begitu ngulang dan ganti dosen, barulah potensi saya yang sebenernya keliatan. Kasus yang sama juga berlaku untuk Pak Azhari 😀

  15. Pertanyaan: Apakah Islam agama teroris?
    Jawaban: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.

    Tetapi, di dalam Al-Qur’an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.

    Al-Qur’an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10, 25 atau bahkan 1000? Dalam hal ini, wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia, tapi sebagai benda terhitung dalam satuan, bijian, 2, 3, 4 atau berapa saja. Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense seperti ini di Al-Qur’an. Karena semua yang di Al-Qur’an dianggap sebagai kebenaran mutlak (wahyu Tuhan), maka umat muslim hanya menurutinya saja tanpa menggunakan nalar.

    Banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur’an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Disamping itu, pemuka muslim atau siapa saja yang coba-coba memberi tafsiran yang lebih manusiawi tentang Al-Qur’an pasti mendapatkan ancaman terhadap keselamatan fisiknya.

    Jadi umat muslim terjebak.

  16. @B Ali
    He he… 😀
    Monggo deh untuk anda yang beraninya pake identitas “Inisial” saja.
    Dah basi dah diskusi bgini…

    Lakukan aja apa yg anda yakini…
    Gak cuma ngoceh sana-sini

    Kalo anda mo tau jawaban dari ungkapan anda di atas, coba google de…h…

    Yang ngomong kayak anda dah mental2 ndak bisa lagi mnjawab dengan nalarnya… Eh coba2 lagi mo mindahin diskusinya ke sini.
    Jangan2 anda mencari celah2 argumen di atas juga dari ngutip2 kata orang, bukan dari “otak” eh “nalar” anda sendiri…

    Selamat bersenang2 kawan…
    Kalo memang ini membuat hatimu senang :mrgreen:

  17. @ Herianto,

    Dari pada mencaci maki seperti yang anda lakukan ini, lebih baik berdebat/berdiskusi dengan memakai nalar. Kita belajar berdemokrasi. Negara kita memerlukannya.

  18. @ B Ali
    Negara kita mmerlukan “action”, bukan sibuk menggoda orang lain supaya saling serang, saling kusir, debat gak karuan, yang materinya sudah basi.

    Sudah basi kawan.

    Kalo memang mau mbantu negara ini, ajak semua orang saling kerjasama, saling bantu, dan saling tersenyum walau dalam perbedaan yang prinsipil sekali pun.

    Apa yang anda lakukan hanya sekedar mlecut sudut2 emosional yang itu tidak diperlukan negara ini.

    Negara ini perlu action, akan rakyatnya yang miskin, yang bodoh, yang mudah terlecut dan saling serang kalo tersinggung dan seterusnya.

    Kalo ada materi baru sih OK.
    Tapi materi anda basi.

    Pikirkan bagaimana kita bisa hidup berdampingan, bekerjasama dalam perbedaan, bukan ngata2in keyakinan pihak lain seperti yg anda lakukan.

    Anda idiot jika mengira dapat menarik orang lain dengan cara2 anda.

    Ma’af saya kasar, karena saya memang beranggapan anda demikian.

    Sungguh… bacalah komentar2 saya di site lain. Saya bahkan sangat khawatir untuk berkasar2an.

    Selamat bersenang2 kawan…
    Kalo memang ini yg hanya bisa membuat hatimu senang :mrgreen:

  19. @ Herianto,

    Negara kita korban kekerasan dan anarki saat ini. Kita perlu bicarakan dimana akarnya. Inilah yang perlu kita diskusikan kalau anda memang pintar.

  20. Ping balik: B Ali, Mau Anda Apa Sih? « Amd

  21. @B Ali
    Iya…
    Akarnya adalah orang2 yg seperti anda…
    Karena tau [ilmu] nya baru dikit, jadinya sering merasa benar sendiri, provokatif dan minim action nyata…

    Sering juga akibat gagal mengevaluasi diri sendiri maka kita menjadi ahli mngata2in [mcari celah timpang] orang dari kubu lain …

    Kalo pun anda hendak menguji, caranya tidak dengan model “PENGECUT” seperti yg anda lakukan…

    Anda tunjukkan identitas dan tulisan anda mlalui sarana blog [misalnya] yg tentu saja anda pasti punya, nanti kita diskusikan ide2 anda dari sana… OK

    Ah, saya yakin anda pasti gagal bersenang2 dengan cara2 ini, saya tahu anda merasa gusar benar sekarang.
    Gagal maneh, gagal maneh … :mrgreen:

    Makanya laen kali pikirkan matang2…

  22. *setelah membaca sekilas*

    Walah, saya ternyata di suruh jadi rigid toh. 😆
    Oh iya pak , hitam putih saya dah saya update tuh, moga-moga komennya jadi pada nyambung semua. 😀

    *melanjutkan membaca*

  23. *setelah baca seluruhnya*

    maka saya mo mengkomen yang ini:

    Di pihak lain, manusia-manusia kompromis selalu mempertimbangkan realita dalam mencapai target idealisnya. Manusia ‘rigid’ bisa saja menuduh sang kompromis sebagai manusia munafik, bunglon, inkonsistensi dan yang semacamnya. Tetapi bersamaan dengan berjalannya waktu, lebih sering terbukti bahwa sang kompromis dengan karakter ‘evolusioner’-nya mampu mencapai apa yang sesungguhnya ingin juga dicapai oleh kelompok rigiditas.

    Seperti permainan warna, maka orang-orang yang bermain-main dengan warna selain hitam atau putih, maka tentu bisa mencapai (membentuk) dengan sadar warna hitam dan putih itu. Jadi ya, tetap bisa mencapai kondisi si ‘rigid’ , tapi bebas juga bermain dengan warna di luar warna si ‘rigid’ yang hanya hitam putih itu. :mrgreen:

  24. @danalingga
    Maksudnya yang gak nyambung itu adalah komen teman2 di postingan saya ini, bukan di postingan “hitam-putih” mas dana itu … 🙂

    @danalingga 🙂
    Memang kalo kita mengacu ke logika boolean maka : 1 dan 0, true dan false, Yes dan No, Putih dan Hitam… dalam hal ini jadi sama saja…

  25. pak Heri gmana sich buat blog.. ada bundle ga ato tutorial ato apalah buat bikin blog pake wordpress?? sebenernya dah lama saya pingin buat tapi blom kesampaian, kalo ga tolong sampaikan uneg2 saya ke mas Wahyu…
    thanks a lot, terimakasih and Maturnuwun

    Herianto :
    Untuk buat wordpress mulai saja dari : http://wordpress.com
    Wahyu ya … 🙂

  26. Ping balik: B Ali, Mau Anda Apa Sih? « All That I Can’t Leave Behind

  27. The Significance of the KitchenA kitchen in a short amount of time you plan to stay much longer, budgeting
    for custom cabinetry options. Also, stainless steel, is a durable and low maintenance choice that makes up for contemporary kitchen cabinets also have a,
    I also have some really cool backsplash. Remodeling a house or
    even any selected area of it cabinets draws huge expenses.
    It is not just about of having a modernized home but it
    is usually to go online and easily order custom kitchen cabinets.

Tinggalkan Balasan ke Roffi Batalkan balasan